Keluaran 2:1-10 | All Izz Well

Renungan Khotbah Tafsir Keluaran 2:1-10 Ketidaktenangan kita yang kadang membuat kita tidak bisa melihat bahwa masih ada jalan.
Keluaran 2:1-10

All Is Well — Beberapa hari belakangan ini saya sedang mengagumi satu film. Waktu saya nonton film ini, wah .. luar biasa, dirancang sedemikian rupa sehingga penontonnya ‘gak bisa nebak akhir cerita di awal film ini.

Setiap adegan dalam film punya kaitan walaupun sutradaranya pake alur maju – mundur. Dan yang paling saya suka adalah di film ini penuh dengan perenungan akan makna kehidupan: tujuannya, ketakutan dan beberapa lainnya.

All is Well

Salah satu adegan dalam film ini mengambarkan tentang seorang sahabat yang bercerita kepada 2 orang sahabatnya yang lain.

Dia bercerita bahwa di kampungnya ada petugas ronda yang setiap malam dia teriak: “All is well” – semuanya baik-baik saja! – mendengar teriakan itu, kami sekampung bisa tidur nyenyak.

Sampai satu malam dikampungnya terjadi pencurian dan bapak yang ronda itu ternyata masih tetap bilang “All is well.”

Dari kejadian itu kami baru tahu bahwa bapak-bapak yang ronda itu buta, tak bisa melihat dan kami jadi kelihatan bodoh.

Tapi kami disitu jadi menyadari sesuatu. Ternyata hati kami ini pengecut dan itu membuat kami mudah dikelabui oleh rasa tidak tenang.

Lalu sahabat ini melanjutkan ceritanya, “Teman, jika ada permasalahan dalam hidupmu, katakan pada hatimu "All is well ... All is well."

Satu sahabatnya kemudian memprotes, “Lalu apakah dengan bilang kayak gitu masalah jadi selesai?”

Dia pun menjawab: “Oh tidak, tapi setidaknya kekuatan untuk bertahan jadi terkumpul”

Dalam kehidupan kita sehari-hari, rasanya sangat mudah bagi kita untuk menemukanperistiwa-peristiwa dimana di situ kita bisa merasa tertekan, bergumul, berbeban berat, kecewa dan rasanya kita ‘gak bisa berbuat apa-apa untuk menemukan jalan keluar dari situasi seperti itu.

Kembali ke film tentang 3 sahabat itu, sepertinya dia menyebutkan sebuah fakta yang terjadi di negaranya bahwa setiap 1,5 jam tercatat ada orang yang bunuh diri.

Kenapa? Mereka ‘gak sanggup lagi menahan tekanan di dalam hati dan pikiran mereka,yang mereka lihat cuma jalan buntu. Dan dari situlah mereka kemudian memutuskan untuk cukup sudah, berhenti sampai di sini, berakhir sudah sampai di sini.

Sistem pertahanan diri mereka sudah tertembus oleh musuh!

Kuasa Dibalik Penenangan Diri

Dalam Keluaran 2:1-10 kita bisa melihat betapa gencarnya serangan musuh untuk menembus masuk keluarga-keluarga Israel di Mesir pada waktu itu.

Keluaran 2:1-10
Musa lahir dan diselamatkan
2:1 Seorang laki-laki dari keluarga Lewi kawin dengan seorang perempuan Lewi;
2:2 lalu mengandunglah ia dan melahirkan seorang anak laki-laki. Ketika dilihatnya, bahwa anak itu cantik, disembunyikannya tiga bulan lamanya.
2:3 Tetapi ia tidak dapat menyembunyikannya lebih lama lagi, sebab itu diambilnya sebuah peti pandan, dipakalnya dengan gala-gala dan ter, diletakkannya bayi itu di dalamnya dan ditaruhnya peti itu di tengah-tengah teberau di tepi sungai Nil;
2:4 kakaknya perempuan berdiri di tempat yang agak jauh untuk melihat, apakah yang akan terjadi dengan dia.
2:5 Maka datanglah puteri Firaun untuk mandi di sungai Nil, sedang dayang-dayangnya berjalan-jalan di tepi sungai Nil, lalu terlihatlah olehnya peti yang di tengah-tengah teberau itu, maka disuruhnya hambanya perempuan untuk mengambilnya.
2:6 Ketika dibukanya, dilihatnya bayi itu, dan tampaklah anak itu menangis, sehingga belas kasihanlah ia kepadanya dan berkata: "Tentulah ini bayi orang Ibrani."
2:7 Lalu bertanyalah kakak anak itu kepada puteri Firaun: "Akan kupanggilkah bagi tuan puteri seorang inang penyusu dari perempuan Ibrani untuk menyusukan bayi itu bagi tuan puteri?"
2:8 Sahut puteri Firaun kepadanya: "Baiklah." Lalu pergilah gadis itu memanggil ibu bayi itu.
2:9 Maka berkatalah puteri Firaun kepada ibu itu: "Bawalah bayi ini dan susukanlah dia bagiku, maka aku akan memberi upah kepadamu." Kemudian perempuan itu mengambil bayi itu dan menyusuinya.
2:10 Ketika anak itu telah besar, dibawanyalah kepada puteri Firaun, yang mengangkatnya menjadi anaknya, dan menamainya Musa, sebab katanya: "Karena aku telah menariknya dari air."
Tujuan mereka satu: Ketemu bayi laki-laki ... Bunuh! Bayangkan saja bila kita hidup di zaman itu, pasti tertekan, pasti bergumul luar biasa.

Kabar baiknya adalah, jika perasaan-perasaan tertekan, bergumul, juga hadir dalam hidup kita sekarang, ada yang bisa kita pelajari dari keluarga ibu Yokhebed ini.

Sewaktu saya membaca kisah penyelamatan bayi Musa ini, salah satu reaksi saya adalah bertanya-tanya dari mana ide untuk ‘mengambil sebuah peti pandan, dan kemudian dipakal dengan gala-gala dan ter, dan kemudian menaruh bayi Musa dan menghanyutkannya di tepian sungai Nil’ (ayat 3).

Bagaimana ide brilliant ini bisa muncul dalam benak seorang perempuan bernama Yokhebed, ibu Musa, dan hal itu tidak terpikirkan dalam benak ibu-ibu Israel yang lain?

Kalo kepikiran mah, banyak yang nama bayinya ‘Musa’ atuh dulu, yang arti namanya ‘yang ditarik dari air.'

Yang bisa kita lihat dari cerita keluarga ibu Yokhebed ini bahwa dari awal, keluarga ini sudah berkomitmen untuk mempertahankan bayi Musa dan melawan tekanan yang terjadi dalam kehidupan mereka sekuat mungkin pada waktu itu.

Meskipun mereka tahu, mereka ada di posisi lemah, mereka ‘gak punya kekuatan apa-apa, mereka terbatas! Akan tetapi, dengan segenap kekuatan yang ada, mereka menyatakan komitmen mereka untuk memperjuangkan kehidupan bayi Musa.

Saya membayangkan di satu malam keluarga ini kumpul dan mulai bicara satu dengan yang lain tentang kegalauan hati mereka: “Kita ‘gak bisa sembunyikan dede Musa terus-terusan kayak gini ... nanti ketauan!”

Lalu ibu Yokhebed berdiri dan mulai berbicara: “Tenang ... Tenang ... Semuanya tenang! Kita ‘gak akan bisa lihat jalan keluar kalo hati kita galau, hati kita tidak tenang!”

Mereka pun mulai berusaha menenangkan diri mereka, sampai akhirnya: Aha!

"Masih ada satu jalan yang layak kita perjuangkan!” seru ibu Yokhebed.

Ada kuasa, ada kekuatan dibalik penenangan diri.

Kadang-kadang bukankah itu masalah kita.

Solusinya sebenarnya ada, jalannya sebenarnya bukan jalan buntu. Akan tetapi, ketidaktenangan kita yang kadang membuat kita tidak bisa melihat bahwa masih ada jalan!

Firman Tuhan bilang kepada kita dalam Yesaya 30:15, “ ... dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu.”

Di museum Louvre – Paris, ada satu lukisan yang menggambarkan tentangdua orang sedang bermain catur.
Menurut legenda, katanya yang bermain catur itu adalah Faust (tukang sihir legendaris Jerman) berhadapan dengan Iblis – taruhannya jiwa!

Di lukisan itu tergambar jelas bahwa posisi bidak Faust sudah sangat terjepit! Dia calon kalah, gak bisa jalan ke mana-mana. Iblis gembira sedangkan Faust tertunduk hilang harapan.

Menurut cerita yang sering dikisahkan orang, suatu hari seorang master catur yang ternama mengunjungi galeri tersebut dan mempelajari lukisan itu dengan saksama.

Tiba-tiba ia mengejutkan semua orang di sekelilingnya dengan teriakan yang penuh kegembiraan, “Ini tipuan! Ini tipuan! Raja dan kuda masih bisa melangkah. Masih ada kesempatan untuk menang!”

Saking terjepitnya posisi dia, dia jadi kehilangan kemampuan untuk melihat bahwa sesungguhnya masih ada jalan!

Jalan Terbaik Menenangkan Diri

Hari ini, apakah kita juga merasakan tekanan atau pergumulan dalam hidup kita? Siapa yang bisa bilang tidak? Setiap kita pasti punya.

Jadi pertanyaan yang sebenarnya adalah sudahkah kita menemukan cara untuk menenangkan hati dan pikiran kita dalam menghadapi pergumulan-pergumulan kita?

Beberapa orang mencari ketenangan dengan jalan kesunyian: menyendiri, mancing.

Atau mengambil arah sebaliknya: pergi ke tempat yang hingar bingar dengan musik keras.

Atau bisa jadi dengan jalan pelampiasan: makan sebanyak-banyaknya, atau malah gak mau makan-makan, bisa juga dia berubah menjadi seseorang yang mudah marah.

Film yang tadi saya cerita, dia punya satu cara menenangkan diri: dengan mengatakan “All is well” kepada dirinya sendiri.

Iman kita berkata jauh lebih hebat tentang cara menenangkan diri: Doa.

Sebab di dalam doa, meskipun kita merasa diri kita ini lemah, gak mampu berbuat apa-apa, rasanya kita gak bisa melihat jalan keluar, ada Tuhan yang selalu dekat dengan kita.

Apakah Anda merasakan Dia ada di samping Anda sekarang? Apakah Anda juga melihat bahwa Dia sedang menangis bersama dengan Anda dalam kesedihan?

Dan dengarkan Dia berkata kepada kita …“(Gerry) Bersama-Ku, semuanya akan baik-baik saja.”

Dalam waktu-waktu kesulitan yang besar dan pengharapan yang besar, adalah bijaksana jika kita tetap tenang, diam dan sabar. Karena dengan demikian kita akan menempatkan diri dalam keadaan yang paling sesuai untuk melakukan tugas kita sendiri dan mengizinkan Allah bekerja. (Matthew Henry)

You may like these posts

  1. To insert a code use <i rel="pre">code_here</i>
  2. To insert a quote use <b rel="quote">your_qoute</b>
  3. To insert a picture use <i rel="image">url_image_here</i>