Kejadian 8 | Cukup Sehelai Daun Pengharapan

Kejadian 8

Narasi: Sehelai Daun Pengharapan

Hanyalah hamparan air yang membentang luas … sejauh mata memandang, ke Utara, ke Selatan, ke Timur maupun Barat – entah sudah berapa kali banyaknya matahari senja tenggelam di ujung air Barat dan air di Timur menyambut kedatangannya kembali.

Rasanya sudah berbulan-bulan lamanya kami disini menantikan hari ini: saat hujan berhenti. Ada suara yang berteriak : “Nuh, apa yang kamu lihat diluar sana?“ ... “Hanya ada air!“

Keesokan harinya, seekor merpati ku biarkan terbang bebas ke angkasa … di sore hari, merpati itu kembali, gemetaran, kehabisan tenaga, karena belum menemukan tempat untuk bertengger. “Apakah air akan surut? Kapan waktunya? Bagaimana jika air tidak akan pernah surut? “Pikiranku jauh melayang, tidak tenang … bertanya-tanya"

Hari berganti, siang dan malam telah kulewati. Namun, diluar sana hamparan air luas masih setia menemani.

Pagi itu .. ku ambil kembali seekor merpati, kubawa ia keluar dari dalam perut bahtera , .. sinar mentari pagi mengiringi sang merpati yang kubiarkan terbang bebas, tinggi dan hilang dari pandangan mata.

“Kunantikan kedatanganmu kembali, merpati!” Sepanjang hari itu, tak henti-hentinya kulayangkan mata memandang cakrawala luas.

Tetapi tidak ada yang membuat hatiku berbunga-bunga … aku tidak melihat apa-apa tidak dipagi hari … tidak juga setelah makan siang. Dan kini matahari mulai tenggelam, langit mulai menggelap. Kulayangkan mataku ke Utara, ke Selatan, ke Timur dan ke Barat ... yang kulihat masihlah Air.
Mungkin kita merasakan juga apa yang dirasakan oleh Nuh, kita mungkin juga sedang berdiri ditengah-tengah bahtera yang mengapung dalam hamparan luas air.
Kejadian 8:1-22
Air bah surut
8:1 Maka Allah mengingat Nuh dan segala binatang liar dan segala ternak, yang bersama-sama dengan dia dalam bahtera itu, dan Allah membuat angin menghembus melalui bumi, sehingga air itu turun.
8:2 Ditutuplah mata-mata air samudera raya serta tingkap-tingkap di langit dan berhentilah hujan lebat dari langit,
8:3 dan makin surutlah air itu dari muka bumi. Demikianlah berkurang air itu sesudah seratus lima puluh hari.
8:4 Dalam bulan yang ketujuh, pada hari yang ketujuh belas bulan itu, terkandaslah bahtera itu pada pegunungan Ararat.
8:5 Sampai bulan yang kesepuluh makin berkuranglah air itu; dalam bulan yang kesepuluh, pada tanggal satu bulan itu, tampaklah puncak-puncak gunung.
8:6 Sesudah lewat empat puluh hari, maka Nuh membuka tingkap yang dibuatnya pada bahtera itu.
8:7 Lalu ia melepaskan seekor burung gagak; dan burung itu terbang pulang pergi, sampai air itu menjadi kering dari atas bumi.
8:8 Kemudian dilepaskannya seekor burung merpati untuk melihat, apakah air itu telah berkurang dari muka bumi.
8:9 Tetapi burung merpati itu tidak mendapat tempat tumpuan kakinya dan pulanglah ia kembali mendapatkan Nuh ke dalam bahtera itu, karena di seluruh bumi masih ada air; lalu Nuh mengulurkan tangannya, ditangkapnya burung itu dan dibawanya masuk ke dalam bahtera.
8:10 Ia menunggu tujuh hari lagi, kemudian dilepaskannya pula burung merpati itu dari bahtera;
8:11 menjelang waktu senja pulanglah burung merpati itu mendapatkan Nuh, dan pada paruhnya dibawanya sehelai daun zaitun yang segar. Dari situlah diketahui Nuh, bahwa air itu telah berkurang dari atas bumi.
8:12 Selanjutnya ditunggunya pula tujuh hari lagi, kemudian dilepaskannya burung merpati itu, tetapi burung itu tidak kembali lagi kepadanya.
8:13 Dalam tahun keenam ratus satu, dalam bulan pertama, pada tanggal satu bulan itu, sudahlah kering air itu dari atas bumi; kemudian Nuh membuka tutup bahtera itu dan melihat-lihat; ternyatalah muka bumi sudah mulai kering.
8:14 Dalam bulan kedua, pada hari yang kedua puluh tujuh bulan itu, bumi telah kering.
8:15 Lalu berfirmanlah Allah kepada Nuh:
8:16 "Keluarlah dari bahtera itu, engkau bersama-sama dengan isterimu serta anak-anakmu dan isteri anak-anakmu;
8:17 segala binatang yang bersama-sama dengan engkau, segala yang hidup: burung-burung, hewan dan segala binatang melata yang merayap di bumi, suruhlah keluar bersama-sama dengan engkau, supaya semuanya itu berkeriapan di bumi serta berkembang biak dan bertambah banyak di bumi."
8:18 Lalu keluarlah Nuh bersama-sama dengan anak-anaknya dan isterinya dan isteri anak-anaknya.
8:19 Segala binatang liar, segala binatang melata dan segala burung, semuanya yang bergerak di bumi, masing-masing menurut jenisnya, keluarlah juga dari bahtera itu.
8:20 Lalu Nuh mendirikan mezbah bagi TUHAN; dari segala binatang yang tidak haram dan dari segala burung yang tidak haram diambilnyalah beberapa ekor, lalu ia mempersembahkan korban bakaran di atas mezbah itu.
8:21 Ketika TUHAN mencium persembahan yang harum itu, berfirmanlah TUHAN dalam hati-Nya: "Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya, dan Aku takkan membinasakan lagi segala yang hidup seperti yang telah Kulakukan.
8:22 Selama bumi masih ada, takkan berhenti-henti musim menabur dan menuai, dingin dan panas, kemarau dan hujan, siang dan malam."

Airnya Tidak Surut

Air yang telah menghanyutkan rencana kita tentang kehidupan di masa depan.

Air yang telah membuat kita pedih karena kehilangan satu hal yang aling kita cintai, paling kita banggakan.

Air yang membuat kita stress karena berbulan-bulan lamanya kita gak tau harus berbuat apa, mau kemana, sangat tidak pasti semuanya.

Dan pada akhirnya, yang kita rasakan hanyalah "airnya tidak pernah surut." Segala harapan kita ikut terbenam bersama mentari di ujung air barat.

Oh ya .. kita semua pernah berdiri sama rasa bersama Nuh di dalam bahtera.

Kalo begitu, apa yang dibutuhkan Nuh pada waktu itu, kita pun hari ini membutuhkan hal itu.

Nuh tidak meminta suatu penyelamatan yang luar biasa dari Tuhan! – Tiba-tiba datang helikopter, angkut Nuh dan keluarga, terbang ke belahan dunia yang gak kebanjiran, tidak.

Yang Nuh butuhkan hanyalah sedikit pengharapan – “Tidak banyak-banyak Tuhan, hanya secercah, yang cukup meyakinkanku bahwa di depan sana ada kehidupan yang baru! Itu yang dibutuhkan Nuh dari Tuhan.

Air akan Surut


Kejadian 8:11
"menjelang waktu senja pulanglah burung merpati itu mendapatkan Nuh, dan pada paruhnya dibawanya sehelai daun zaitun yang segar. Dari situlah diketahui Nuh, bahwa air itu telah berkurang dari atas bumi."

Hanya sehelai daun memang, tapi bagi Nuh daun itu lebih dari sekedar dedaunan.

Inilah dia sehelai harapan yang telah lama dinantikan Nuh – Bahwa airnya akan surut – bahwa kehidupan yang baru bisa dimulai dari sini!

Bahwa dunia kita, hidup kita tidak akan hancur dengan peristiwa-peristiwa yang menyedihkan kemarin.

Tetapi ada sedikit harapan yang disediakan bagi kita! Sedikit harapan yang cukup membuat kita tegar, kuat, dalam membangun kehidupan yang baru.

Pertanyaan besarnya adalah sudahkah kita menerima daun pengharapan itu. Sudahkan kita menerima daun pengharapan yang Tuhan berikan sendiri untuk hidup kita?

Bukankah itu yang Yesus lakukan bagi hidup kita. Dia datang membawa pengharapan bagi orang yang berpikir tidak ada lagi harapan dan jalan keluar.

Sebutkan orang-orang yang ada di dalam Alkitab, maka mereka punya kesempatan untuk menerima daun pengharapan yang ditawarkan Yesus.

Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita menyambut daun pengharapan yang Dia tawarkan kepada kita?

Kata harapan aku tafsirkan sebagai iman, dan memang harapan tidak lain adalah keteguhan iman. (John Calvin)

You may like these posts

  1. To insert a code use <i rel="pre">code_here</i>
  2. To insert a quote use <b rel="quote">your_qoute</b>
  3. To insert a picture use <i rel="image">url_image_here</i>